TEKNOLOGI kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) dalam praktik jurnalistik bukanlah hal baru. Setidaknya sejak sekitar satu dekade silam, Associated Press (AP) sudah menggunakannya. Dikutip dari laman ap.org, upaya penggunaan AI dimulai AP pada 2014 tatkala desk “Business News” mulai mengotomasi produksi konten berita-berita yang berhubungan dengan pendapatan berbagai perusahaan. Sekitar empat tahun kemudian, Xinhua, kantor berita di China, mulai menggunakan news anchor buatan yang dihasilkan AI. Penggunaan teknologi AI dalam bidang itu merupakan yang pertama di dunia. Penampilannya disebut sebagai pembaca berita artifisial yang tanpa capek menyimulasikan suara, gerakan wajah, dan gestur dari penyiar manusia. (Kuo, 2018). Lalu, setelah teknologi AI generatif-komunikatif ChatGPT (Generative Pre-trained Transformer) yang dikembangkan OpenAI dibuka kepada publik pada akhir 2022, terjadi perluasan pengadopsian AI di berbagai bidang.
Perluasan itu termasuk ke bidang visual kreatif, pemrograman komputer, penulisan kreatif, dan pendidikan. Perkembangan signifikan adopsi AI terjadi juga dalam praktik jurnalistik. Salah satu yang relatif revolusioner dalam perluasan penggunaan AI dalam praktik jurnalistik adalah peluncuran NewsGPT (newsgpt.ai) pada Maret 2023. Ini adalah platform pemberitaan yang sepenuhnya mengandalkan teknologi AI untuk menghasilkan konten. Platform NewsGPT bahkan dengan berani mengusung tagline “The Unhuman Truth – By AI”. NewsGPT mengklaim pula kemampuan menghasilkan berita yang tidak bias dan tanpa agenda tersembunyi. Di Indonesia, Beritagar.id yang pada 2019 berubah nama menjadi Lokadata.id, juga pernah melakukan eksperimen dengan menggunakan teknologi AI untuk menghasilkan berita hasil pertandingan sepak bola. Produk yang diperkenalkan pada 2018 tersebut dikenal dengan nama Robotorial. Namun, Amran & Irwansyah (2018) menyebutkan bahwa Robotorial tidak sepenuhnya melakukan praktik elemen jurnalisme menyusul belum adanya kesadaran etika sebagaimana dimiliki manusia. Riset Amran & Irwansyah juga menemukan bahwa peran jurnalis manusia masih dibutuhkan saat menulis berita selain hasil pertandingan.
Belakangan, seiring semakin maraknya platform dan aplikasi penghasil gambar bergerak dari teks berteknologi AI yang tersedia secara terbuka di jejaring internet, stasiun televisi TV One juga mula menghadirkan presenter AI pada 21 April 2023. Meskipun, stasiun televisi itu tetap mempertahankan presenter manusia sebagai host utama. Praktik jurnalistik berbasis AI telah dan terus pula dijajal dan dijalankan di Kompas.com, salah satu media online yang berupaya untuk tak pernah berhenti berinovasi. Secara garis besar, eksplorasi AI di Kompas.com mencakup ranah machine learning berbasis algoritma otomatisasi dan penggunaan AI generative dalam produksi konten. Di antara proyek AI yang sudah dan masih dijalankan di media ini mulai dari rekomendasi video dan artikel otomatis, virtual host, perluasan cara memilih dan memilah angle artikel, hingga modifikasi teks menjadi video. Redaktur Pelaksana Kompas.com, Amir Sodikin, menyatakan penggunaan AI di media ini punya sejumlah sasaran peluang. Tercakup dalam sasaran itu antara lain upaya mendongkrak efisiensi dan produktivitas, memperbanyak sumber daya untuk pewujudan jurnalisme berkualitas, serta membidik pengguna baru berdasarkan preferensinya. “Sejumlah aturan kami lekatkan dalam semua eksperimen berbasis AI,” ujar Amir dalam perbincangan dengan penulis, pekan lalu. Di antara aturan tersebut, sebut Amir, adalah kehadiran disclaimer atas setiap konten hasil produksi AI, kepastian ada pendampingan manusia, AI tidak dipakai untuk konten sensitif, serta AI tidak digunakan dalam pembuatan berita tentang isu aktual yang masih berlanjut (running).
Kolaborasi teknologi dan manusia Daugherty & Wilson (2018) dalam karya berjudul “Human + Machine: Reimagining Work in the Age of AI” menuliskan tentang teknologi AI yang saat ini memungkinkan mesin dan manusia bekerja kolaboratif dengan cara-cara terbaru. Kerja kolaboratif tersebut mengubah kebiasaan kerja dan menuntut kita untuk mengelola para pegawai dan aspek operasional dalam cara-cara yang secara dramatis berbeda dengan sebelumnya.
Kolaborasi antara manusia dan mesin itu pula yang menjadi pemahaman sejumlah praktisi dan atau pakar jurnalistik atas kehadiran AI. Salah satunya diungkapkan Mattia Peretti, saat menjadi Manajer JournalismAI pada 2022. Paretti mengatakan, bukannya menggantikan atau bahkan merampas pekerjaan jurnalis, AI hanya sebatas alat yang dapat digunakan untuk mendukung jurnalis dalam melaksanakan tugas mereka. Journalism AI adalah proyek riset dan pelatihan yang diselenggarakan Polis, sebuah lembaga think tank jurnalisme internasional di London School of Economics and Political Science. Pada dasarnya, AI tidak mempunyai akuntabilitas atas pekerjaannya. Tidak ada sosok yang konkret di balik hasil pekerjaan AI. Selain itu, AI juga tidak mempunyai kemampuan analisis dan berintuisi seperti yang dimiliki manusia, kemampuan untuk bersimpati dengan moral dan etika yang ada, serta rasa tanggung jawab.
AI juga tidak mempunyai emosi, humor, dan skeptisisme—terutama kepekaan untuk mendeteksi agenda tersembunyi di balik suatu kejadian atau berita. Intinya, AI tidak mempunyai sikap-sikap dasar yang wajib dimiliki jurnalis. Meski begitu, CEO kantor publishing Axel Springer, Mathias Doepfner, berpendapat bahwa AI memang punya potensi menggantikan peran jurnalis. “AI memiliki potensi untuk menjadikan jurnalisme independen lebih baik dibandingkan sebelumnya, atau untuk menggantikannya,” kata Doepfner sebagaimana dikutip dalam artikel yang ditulis Jonathan Yerushalmy (2023) di laman The Guardian.
Contoh tulisan kolaborasi AI-manusia Fungsi kolaborasi antara AI dan manusia dalam menghasilkan konten jurnalistik sepertinya menjadi praktik yang paling memungkinkan terjadi pada saat ini. Berikut ini ditampilkan salah satu konten yang dihasilkan secara otomatis oleh mesin berbasis AI bernama Asoca yang dikembangkan oleh Kudu—institusi yang berkolaborasi dengan Kompas.com menaungi rubrik Kudu Insight—setelah penulis mengetikkan kata kunci “Jurnalisme Robot”. Judul otomatis yang diberikan Asoca adalah “Pengembangan Teknologi AI dan Inovasi Komunikasi: Masa Depan Industri Jurnalisme”. Setelah melalui proses penyuntingan dan penambahan sejumlah konteks, berikut ini konten otomatis yang dihasilkan: "Industri jurnalisme di Indonesia didorong mengadopsi teknologi kecerdasan buatan (AI). Pengadopsian ini hendaknya dilakukan dalam berbagai dimensi aktivitas industri jurnalisme. Keterbukaan dan keberanian dalam mengadopsi teknologi AI perlu dimiliki para pelaku industri jurnalisme.
Pasalnya, selain meningkatkan efisiensi, teknologi ini juga dapat meningkatkan nilai pelaku industri jurnalisme dan media. Sekalipun dampak dari pengadopsian teknologi kecerdasan buatan dalam jurnalisme, pada saat ini belum terlihat, namun di masa mendatang publik akan menikmati hasil kecerdasan buatan dalam jurnalisme.” Sementara dari kata kunci “Jurnalisme AI” judul otomatis yang diberikan adalah “Mengenal Teknologi AI dan Penggunaannya“. Setelah melalui proses penyuntingan dan penambahan sejumlah konteks, berikut ini adalah konten otomatis yang dihasilkan: “Penerapan teknologi kecerdasan buatan memang membawa perubahan besar, namun kita harus memastikan bahwa dampaknya dapat dikelola dengan baik untuk kepentingan ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam menghadapi era teknologi AI, kita perlu memahami dan mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan yang akan terjadi. Pengembangan keterampilan dan pelatihan menjadi kunci penting dalam mempersiapkan tenaga kerja menghadapi perkembangan teknologi ini. Dengan pemahaman yang baik, kita dapat memanfaatkan potensi teknologi AI sebaik-baiknya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mencapai kemajuan yang berkelanjutan.” Asoca menghasilkan konten dengan terlebih dahulu menyaring informasi faktual, relevan, dan aktual menggunakan kata kunci yang dipergunakan di jejaring internet.
Setelah itu, Asoca dapat menghasilkan beberapa jenis visualisasi analisis dan rekomendasi topik (content pillars) teraktual yang bisa dipilih penulis. Dalam contoh di atas, penulis memilih rekomendasi topik “pengembangan teknologi ai”, “inovasi teknologi komunikasi”, dan “penggunaan presenter ai” dari kata kunci “Jurnalisme Robot”. Adapun dari kata kunci “Jurnalisme AI”, rekomendasi topik yang dipilih adalah “teknologi ai”, “penggunaan teknologi ai”, dan “memahami teknologi ai”. Berbagai rekomendasi topik yang berasal dari kondisi terkini yang berhubungan dengan sejumlah kata kunci itu lantas menjadi bahan bagi Asoca untuk menghasilkan konten otomatis memakai bantuan AI. Banyak atau sedikitnya konten berikut berbagai formulasi penulisan dan sejumlah penyesuaian bisa secara otomatis dilakukan lewat beragam fitur, selain metode penyesuaian secara manual. Setelah itu, penulis melakukan pengeditan seperlunya dengan menambahkan konteks dan informasi tertentu. Hal ini dilakukan setelah sebelumnya melakukan pengecekan fakta terkait konten otomatis yang dihasilkan. “Asisten” jurnalis Selain contoh tulisan di atas, yang dihasilkan oleh aplikasi Asoca dengan kolaborasi bersama manusia, terdapat pula tugas-tugas lain dari jurnalis yang bisa dibantu AI. Tentu, ini dalam konteks yang merujuk pada kemampuan AI pada saat ini. Beberapa tugas ini belum bisa melibatkan AI secara optimal karena sejumlah keterbatasan yang masih dimiliki teknologi AI. Bila kelak kapasitas AI dalam aspek-aspek tersebut dikembangkan, AI akan sepenuhnya bisa dipercaya melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Pada saat ini, campur tangan manusia masih sangat penting dalam mengawasi hasil kerja AI. Berikut ini sejumlah tugas yang sudah bisa dilakukan AI untuk membantu kerja-kerja jurnalistik:
1. Proofreader AI adalah alat yang paling bisa diandalkan dalam menyelesaikan tugas-tugas harian yang sifatnya cenderung berulang dan biasa, atau tidak terlalu kompleks. Bila kita membaca berita dari sejumlah kanal media massa tertentu, kita masih sering menemukan kesalahan ketik dan tata bahasa yang lolos proofreading. Oleh sebab itu, jurnalis bisa mulai memanfaatkan AI sebagai grammar checker sekaligus editor yang memperhatikan aspek teknis, tingkat akurasi, dan kualitas tulisan. AI juga bisa membantu pembuatan produk-produk jurnalistik sastrawi atau produk lain yang bersifat kreatif. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa AI mampu menyediakan pilihan kosakata unik dan indah yang lebih luas. Penulis dapat memanfaatkan hal ini untuk menciptakan karya yang lebih indah dan lebih bebas dalam bermain kata secara kreatif. Walaupun saat ini AI belum sepenuhnya mampu mengidentifikasi penggunaan bahasa, khususnya bahasa Indonesia, masih ada banyak ruang improvisasi bagi AI untuk mereduksi kesenjangan tersebut. Untuk saat ini, para editor masih harus melakukan pengecekan kembali meskipun telah memanfaatkan AI sebagai proofreader. Para editor masih mempunyai peran penting dalam mengecek dan memastikan efektivitas kalimat dalam karya para jurnalis. Dengan demikian, kolaborasi antara manusia dan AI dapat menghasilkan karya yang lebih berkualitas dan memikat.
Source:
https://tekno.kompas.com/read/2023/09/13/06110047/ai-dan-jurnalistik-pemusnah-profesi-atau-partner-kolaborasi